ArCeSi

Jumat, 09 November 2012

My sweet Rival



MY SWEET RIVAL

           
            Saat ini aku tersenyum senyum sendiri. Melihat senyum manisnya, lesung di kedua pipinya, memang rambutnya tak lurus seperti yang kuinginkan, namun rambut ikalnya yang membuatnya terlihat lebih keren dari rambut lurus serasa sempurna di mataku. Namun, jika aku teringat akan curhatan sahabatku satu-satunya, Syinta aku jadi ragu untuk mencintainya. Orang yang pada awalnya aku tak suka namun di sukai Syinta berbalik arah. Kini, akupun juga menyukainya. Tuhan….. mengapa aku suka padanya, orang yang disukai sahabatku. Dia, namanya Sahrul Aryad Bimasakti. Sakti, begitulah teman-teman memanggil namanya. Namanya yang menjadi nama salah satu galaksi dimana bumi ini melayang. Cowok yang aku sukai begitu juga sahabatku. Paras rupawan bak putra kerajaan. Membuatku yang awalnya tak mengerti indahnya bahasa menjadi seorang puitis. Ku ingat saat itu aku tengah duduk santai bersama Syinta. Di tengah gemulainya angin – angin berlalu, aku dan Syinta terhanyut dalam sebuah curhatan kisah Cinta.

            “Sha… aku pengen curhat tentang orang yang aku suka niih…”. Ucap Syinta.
            “Curhat?? Cinta? Tumben banget kamu.. ya udahlah cerita aja..”. Balasku dengan sedikit terkejut namun tetap santai.
            “Tapi aku malu niih.,..”. ucapnya sembari tersenyum dengan manisnya.
            “Udahlah… curhat aja, aku juga sering,kan curhat sama kamu”
            “Gini… sebenarnya aku itu suka sama…. Sakti…”
            “He..? Sakti yang mana?”
            “Itu tuh… Bimasakti… temen sekelasmu itu lho… tau kan?”.
            “Oh…… Sakti itu tooh…”
            “Iiya… udah tau kan?”
            “Iya… iya… ntar… aku jomblangin deeh…”
            “Beneran? Makasiih yaa….”

            Bel sudah berbunyi, saatnya masuk kelas. Aku berpikir cara apakah yang akan aku gunakan untuk jomblangin Syinta dengan Sakti. Aku duduk tepat di samping Sakti, namun tak sebangku. Kumerenung, memikirkan topik yang tadi ku pikirkan. Sesaat setelah itu, guru fisika yang lumayan killer, masuk ke kelasku. Lama tak lama… ahh! Ternyata benar, tugas kelompok lagi…! Selalu saja pak Nardi memberikan tugas kelompok, mungkin tiap bulan ada…tapi, tugas kelompok kali ini berbeda. Aku satu kelompok dengan Sakti, itu merupakan satu langkahku mendekatkan Bima dengan Syinta.

            Ohh ya… hampir lupa, namaku Faeeza Ghada Afiqah Ghaisani. Ya… teman-temanku biasa memanggilku Shani  Orang tuaku memang orang terpandang. Namun, aku tak ingin hanya karena itu aku dianggap sombong. Aku selalu berusaha untuk bersikap biasa. Bahkan aku ingin berteman dengan siapapun. Kembali ke Topik…..!

            Sejak tugas kelompok itu, lambat laun aku mulai akrab dengan Sakti. Dan juga membantuku untuk mendekatkannya dengan Syinta. Sakti memang pandai, dan kurasa dia hampir menyaingiku. Tiap ulangan, aku selalu bertanding untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi darinya. Kadang aku menang, kadang kalah. Ya… it’s ok. “Ehh! Aku gak bakal kalah ya… tunggu aja balasannya” ucap Sakti, di saat nilai ulanganku jauh lebih tinggi darinya. Aku hanya membalasnya dengan senyuman, just smile *tink!. Hingga suatu hari lagi-lagi nilai ulanganku lebih tinggi dari Sakti, ya… karena tiap nilaiku lebih tinggi darinya dia selalu mengatakan kata-kata itu, kini aku yang bercakap terlebih dahulu,
“Gimana? Nyerah?” tanyaku dengan senyuman.
“Ya nggaklah… liat aja ntar… pasti deh!” balasnya.
“It’s OK mameeen”.
“All right!”
“So?”
“You and me are rival, now!”
“Ok, fine”.
           
Dengan kesepakatan itu, aku dan Sakti adalah rival alias saingan. Kurasa satu langkah lagi supaya akrab. Dan.. ya , memang benar, aku mulai akrab dengannya. Sesekali aku bercerita tentang Syinta padanya. Dan … kurasa perjuanganku membuahkan hasil jua. Saat itu aku sedang berbincang-bincang kecil dengan Sakti, dan mungkin hanya keisengannya atau mungkin dia juga serius dia bertanya tentang Syinta.

“Ehh, Sha.....Syinta itu udah punya pacar belom?”Tanya Sakti.
“belom, kenapa? Mau daftar ya?”balasku dan tetap dengan senyuman.
“hehee…. Iyaa nih… tapi mau PDKT aja dulu”.
“Ok, nih aku kasih nope-nya deh”

Sesaat hatiku senang. Namun kurasa ada hal mengganjal sejak itu, jika Syinta bercerita saat Sakti PDKT dengannya, hatiku sakit. Mungkinkah ini? Ahh… semoga saja tidak! Dia itu rival. Makin hari, hati ini makin sesak jika Syinta curhat tentangnya. Saat dia gombal, saat dia tersenyum pada Syinta…. Dan kurasa aku mulai menyadari bahwa aku … CINTA padanya, Sakti. Hingga saat ini, aku melihatnya di sampingku.

“Gimana hubungannya dengan Syinta nih?”pertanyaan yang kulontarkan padanya serasa ingin tahu statusnya.
“Kaya’-nya aku gak jadi daftar deh ke hatinya”
“Lho, kok gitu sih?”
“Ya gitu, aku nemu yang baru kaya’nya…”
            “Siapa?”
            “Ada deh… rival gak boleh tau”
            “Ih… gituan ya”
           
Aku sedikit senang, berharap masih ada ruang di hatinya untukku menaruh rasa ini,dan juga aku berharap semoga gebetan barunya itu adalah diriku. Tapi aku tidak ingin egois. Di satu sisi aku ingin memiliki Sakti, di sisi lain aku tak ingin menghianati Syinta. Semakin lama, sepertinya Sakti semakin perhatian terhadapku. Terkadang aku merasa keGR-an. Namun, sesuatu terjadi yang membuatku dalam sekejap membencinya.
“Yes! Menang ya… udah deh, kamu itu nyerah aja, gak ada apa-apanya”. Ucapnya di saat nilainya lebih tinggi dariku.
“Ya, aku akui aku kalah, tapi aku gak bakal nyerah!”.
“Ya, it’s Ok mameen”
“Itu kata-kataku yaa… jangan diambil”
“yayaya….uyee..”
“ehh.. gimana ? gak mau ngejar Syinta lagi”
“Gak tau nih, tapi kaya’nya sih .. iya… abis dia itu gokil, seneng aku kalo bicara ama dia, gak kaya’ kamu yang Cuma bisa niru gokilnya dia”
“Huh!” balasku kesal disertai senyum kecutku.
“Ihh… ngambeek??? Jangan ngambek dong…”
Aku hanya bisa mangut-mangut saja, kesalpun juga

Kalimat itu cukup membuat hatiku sakit. “ARRGHHHH!!! Aku benci benci benci!!!! Pokoknya aku harus move on dari Sakti ! titik”. Hatiku terlanjur kecewa, kurasa tak ada ruang untuk hati ini. Memang aku tak secantik Syinta, tak segokil Syinta, tak sepintar Syinta, memang aku tak sesempurna Syinta. Tapi haruskah dia berkata seperti itu?? “Pokoknya aku harus move on! Ehh!! Kamu Sahrul Aryad Bimasakti, Rival aku! Yang sempet aku sukai, jangan lagi ya sok perhatian dari aku!.”. Akupun jadi ngomel sendiri di depan cermin. Aku mencoba move on, tetapi rasanya sulit sekali. Kurasa duduk di sampingnya semakin mudah memandangnya. Ya tuhan… mengapa semua begini? Bahkan wajahnya yang tiba-tiba muncul di hadapanku membuatku sangat mudah memandangnya. Seseorang yang gombal, romantic, namun juga humoris. “Ahh tidak! Dia rival…” bentakku dalam hati.
“Shani…” suara memanggil namaku, itu Sakti yang kemudian duduk di sampingku dan mengucapkan kata-kata gombal.
Aku hanya membalas dengan senyum kecut, dan tampang kusut.
“Masih ngambek ya? Gak asyiik ahh… ntar gak cantik lagi lho….”
“Uhh! Tauk! Wee…!” seraya menjulurkan lidahku.
“Ya udah deeh… aku ngaku salah.. aku minta maaf yaa… sesame rival harus sportif, gak boleh tengkar, betul kan” seraya menjulurkan tangannya tanda meminta maaf  disertai senyum dan lesung di pipinya.
Aku tak sanggup, dia… selalu membuatku terpesona… karismanya? Aduuh! Kenapa kamu  hadir di hidup aku sih! Akupun hanya membalas dengan senyuman dan menerima  permintaan maafnya.
“Gitu dong, kan unyu-unyu jadinya”
“apaan sih.. gombal”

 Dan itulah yang membuatku semakin menyukainya. “Sakti..??? Kamu pilih siapa sih? Aku atau Syinta?” dalam hatiku. Ahh! Dasar!! My sweet rival! Sahrul Aryad Bimasakti!!.