ArCeSi

Rabu, 29 Mei 2013

Mengenang yuukkk!

..apa?? ehh... ternyata udah tahun 2013... udah lama juga gak ngisi blog ini... :D
yaah... karena banyaknya kegiatanku dan belum ada inspirasi juga sihh... ehh.. tapi sebenarnya ada sih satu cara membuat hotdog dari kain flanel.... tapi fotonya kehapus ... huaaa ...>.< hiks!
tapi sudahlah... yang lalu biarlah berlalu, untuk kali ini cuma bisa ngeposting foto-foto kebersamaanku sama anak-anak parodi.... ya begitulah, persahabatan memang tiada akhirnya... dan memang kita narsis .. >.< wkwkwkkwkwwkwkwkwk :D
ya sudahlah .. cekhidooot


Yang ini bukan anggota parodi yaa...
ini temen aku dikelas, mereka lagi perpisahan lho...
soalnya temenku (yang pake sepatu merah 2 dari kanan) mau pindah.. hiks! :'( sediih niih,,

 Di sawah... (Foto kiri)
Aku dan gitarku (foto kanan) hehe.. walau belum mahir sihh gitarnya...

Haduh ... Aku tersesat di hutan...
Mana monyet-monyetku?? *Ehh :D
 Haduuh.... kasihan nasibnya.. tersesat di hutan..














Stop dulu mba'!!






Yak.. foto di dekat mobil... padahal cuma numpang foto doang

Nih waktu lomba lukis di kaos
 Diriku dan Nada
Halo mba'? yaopo kabhare?





Yuk bersepeda....





Ceritanya tiga lawan satu gitu...




Ini galau apa  gimana nih?


Jalan-jalan di sawah terus jeprat jepret deh
yukk gaya yuukk


trio...


Gapailah mimpimu setinggi langit


dan renungkanlah

Merenungkannyaa...


Ya... gitu deeh

syalaala,,



Dhuuarr

Gak da uang receh tuh..


Hyaa..... Rasakan iniii.... Ciyyaat!!!! Cyakkk!! Dhuaar!! HUAHAHAHA:D
Sudah dulu yaa..... sekian dan Sampai Jumpa lagiii.....

Jumat, 09 November 2012

My sweet Rival



MY SWEET RIVAL

           
            Saat ini aku tersenyum senyum sendiri. Melihat senyum manisnya, lesung di kedua pipinya, memang rambutnya tak lurus seperti yang kuinginkan, namun rambut ikalnya yang membuatnya terlihat lebih keren dari rambut lurus serasa sempurna di mataku. Namun, jika aku teringat akan curhatan sahabatku satu-satunya, Syinta aku jadi ragu untuk mencintainya. Orang yang pada awalnya aku tak suka namun di sukai Syinta berbalik arah. Kini, akupun juga menyukainya. Tuhan….. mengapa aku suka padanya, orang yang disukai sahabatku. Dia, namanya Sahrul Aryad Bimasakti. Sakti, begitulah teman-teman memanggil namanya. Namanya yang menjadi nama salah satu galaksi dimana bumi ini melayang. Cowok yang aku sukai begitu juga sahabatku. Paras rupawan bak putra kerajaan. Membuatku yang awalnya tak mengerti indahnya bahasa menjadi seorang puitis. Ku ingat saat itu aku tengah duduk santai bersama Syinta. Di tengah gemulainya angin – angin berlalu, aku dan Syinta terhanyut dalam sebuah curhatan kisah Cinta.

            “Sha… aku pengen curhat tentang orang yang aku suka niih…”. Ucap Syinta.
            “Curhat?? Cinta? Tumben banget kamu.. ya udahlah cerita aja..”. Balasku dengan sedikit terkejut namun tetap santai.
            “Tapi aku malu niih.,..”. ucapnya sembari tersenyum dengan manisnya.
            “Udahlah… curhat aja, aku juga sering,kan curhat sama kamu”
            “Gini… sebenarnya aku itu suka sama…. Sakti…”
            “He..? Sakti yang mana?”
            “Itu tuh… Bimasakti… temen sekelasmu itu lho… tau kan?”.
            “Oh…… Sakti itu tooh…”
            “Iiya… udah tau kan?”
            “Iya… iya… ntar… aku jomblangin deeh…”
            “Beneran? Makasiih yaa….”

            Bel sudah berbunyi, saatnya masuk kelas. Aku berpikir cara apakah yang akan aku gunakan untuk jomblangin Syinta dengan Sakti. Aku duduk tepat di samping Sakti, namun tak sebangku. Kumerenung, memikirkan topik yang tadi ku pikirkan. Sesaat setelah itu, guru fisika yang lumayan killer, masuk ke kelasku. Lama tak lama… ahh! Ternyata benar, tugas kelompok lagi…! Selalu saja pak Nardi memberikan tugas kelompok, mungkin tiap bulan ada…tapi, tugas kelompok kali ini berbeda. Aku satu kelompok dengan Sakti, itu merupakan satu langkahku mendekatkan Bima dengan Syinta.

            Ohh ya… hampir lupa, namaku Faeeza Ghada Afiqah Ghaisani. Ya… teman-temanku biasa memanggilku Shani  Orang tuaku memang orang terpandang. Namun, aku tak ingin hanya karena itu aku dianggap sombong. Aku selalu berusaha untuk bersikap biasa. Bahkan aku ingin berteman dengan siapapun. Kembali ke Topik…..!

            Sejak tugas kelompok itu, lambat laun aku mulai akrab dengan Sakti. Dan juga membantuku untuk mendekatkannya dengan Syinta. Sakti memang pandai, dan kurasa dia hampir menyaingiku. Tiap ulangan, aku selalu bertanding untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi darinya. Kadang aku menang, kadang kalah. Ya… it’s ok. “Ehh! Aku gak bakal kalah ya… tunggu aja balasannya” ucap Sakti, di saat nilai ulanganku jauh lebih tinggi darinya. Aku hanya membalasnya dengan senyuman, just smile *tink!. Hingga suatu hari lagi-lagi nilai ulanganku lebih tinggi dari Sakti, ya… karena tiap nilaiku lebih tinggi darinya dia selalu mengatakan kata-kata itu, kini aku yang bercakap terlebih dahulu,
“Gimana? Nyerah?” tanyaku dengan senyuman.
“Ya nggaklah… liat aja ntar… pasti deh!” balasnya.
“It’s OK mameeen”.
“All right!”
“So?”
“You and me are rival, now!”
“Ok, fine”.
           
Dengan kesepakatan itu, aku dan Sakti adalah rival alias saingan. Kurasa satu langkah lagi supaya akrab. Dan.. ya , memang benar, aku mulai akrab dengannya. Sesekali aku bercerita tentang Syinta padanya. Dan … kurasa perjuanganku membuahkan hasil jua. Saat itu aku sedang berbincang-bincang kecil dengan Sakti, dan mungkin hanya keisengannya atau mungkin dia juga serius dia bertanya tentang Syinta.

“Ehh, Sha.....Syinta itu udah punya pacar belom?”Tanya Sakti.
“belom, kenapa? Mau daftar ya?”balasku dan tetap dengan senyuman.
“hehee…. Iyaa nih… tapi mau PDKT aja dulu”.
“Ok, nih aku kasih nope-nya deh”

Sesaat hatiku senang. Namun kurasa ada hal mengganjal sejak itu, jika Syinta bercerita saat Sakti PDKT dengannya, hatiku sakit. Mungkinkah ini? Ahh… semoga saja tidak! Dia itu rival. Makin hari, hati ini makin sesak jika Syinta curhat tentangnya. Saat dia gombal, saat dia tersenyum pada Syinta…. Dan kurasa aku mulai menyadari bahwa aku … CINTA padanya, Sakti. Hingga saat ini, aku melihatnya di sampingku.

“Gimana hubungannya dengan Syinta nih?”pertanyaan yang kulontarkan padanya serasa ingin tahu statusnya.
“Kaya’-nya aku gak jadi daftar deh ke hatinya”
“Lho, kok gitu sih?”
“Ya gitu, aku nemu yang baru kaya’nya…”
            “Siapa?”
            “Ada deh… rival gak boleh tau”
            “Ih… gituan ya”
           
Aku sedikit senang, berharap masih ada ruang di hatinya untukku menaruh rasa ini,dan juga aku berharap semoga gebetan barunya itu adalah diriku. Tapi aku tidak ingin egois. Di satu sisi aku ingin memiliki Sakti, di sisi lain aku tak ingin menghianati Syinta. Semakin lama, sepertinya Sakti semakin perhatian terhadapku. Terkadang aku merasa keGR-an. Namun, sesuatu terjadi yang membuatku dalam sekejap membencinya.
“Yes! Menang ya… udah deh, kamu itu nyerah aja, gak ada apa-apanya”. Ucapnya di saat nilainya lebih tinggi dariku.
“Ya, aku akui aku kalah, tapi aku gak bakal nyerah!”.
“Ya, it’s Ok mameen”
“Itu kata-kataku yaa… jangan diambil”
“yayaya….uyee..”
“ehh.. gimana ? gak mau ngejar Syinta lagi”
“Gak tau nih, tapi kaya’nya sih .. iya… abis dia itu gokil, seneng aku kalo bicara ama dia, gak kaya’ kamu yang Cuma bisa niru gokilnya dia”
“Huh!” balasku kesal disertai senyum kecutku.
“Ihh… ngambeek??? Jangan ngambek dong…”
Aku hanya bisa mangut-mangut saja, kesalpun juga

Kalimat itu cukup membuat hatiku sakit. “ARRGHHHH!!! Aku benci benci benci!!!! Pokoknya aku harus move on dari Sakti ! titik”. Hatiku terlanjur kecewa, kurasa tak ada ruang untuk hati ini. Memang aku tak secantik Syinta, tak segokil Syinta, tak sepintar Syinta, memang aku tak sesempurna Syinta. Tapi haruskah dia berkata seperti itu?? “Pokoknya aku harus move on! Ehh!! Kamu Sahrul Aryad Bimasakti, Rival aku! Yang sempet aku sukai, jangan lagi ya sok perhatian dari aku!.”. Akupun jadi ngomel sendiri di depan cermin. Aku mencoba move on, tetapi rasanya sulit sekali. Kurasa duduk di sampingnya semakin mudah memandangnya. Ya tuhan… mengapa semua begini? Bahkan wajahnya yang tiba-tiba muncul di hadapanku membuatku sangat mudah memandangnya. Seseorang yang gombal, romantic, namun juga humoris. “Ahh tidak! Dia rival…” bentakku dalam hati.
“Shani…” suara memanggil namaku, itu Sakti yang kemudian duduk di sampingku dan mengucapkan kata-kata gombal.
Aku hanya membalas dengan senyum kecut, dan tampang kusut.
“Masih ngambek ya? Gak asyiik ahh… ntar gak cantik lagi lho….”
“Uhh! Tauk! Wee…!” seraya menjulurkan lidahku.
“Ya udah deeh… aku ngaku salah.. aku minta maaf yaa… sesame rival harus sportif, gak boleh tengkar, betul kan” seraya menjulurkan tangannya tanda meminta maaf  disertai senyum dan lesung di pipinya.
Aku tak sanggup, dia… selalu membuatku terpesona… karismanya? Aduuh! Kenapa kamu  hadir di hidup aku sih! Akupun hanya membalas dengan senyuman dan menerima  permintaan maafnya.
“Gitu dong, kan unyu-unyu jadinya”
“apaan sih.. gombal”

 Dan itulah yang membuatku semakin menyukainya. “Sakti..??? Kamu pilih siapa sih? Aku atau Syinta?” dalam hatiku. Ahh! Dasar!! My sweet rival! Sahrul Aryad Bimasakti!!.

Sabtu, 29 September 2012

about of my picture ..? #nihan pothograph

akhir'' ini sering edit foto pakee muzy.com.. nih blog muzy aku http://nihansa2.muzy.com/ kunjungi yaah... serru lho,, buanyak foto yang aku edit.. gambr''.an jujha... yaa cuma buat ajang kreasi sih.. nih hasilnya..
sorry klo jelek.. hehe







dan masih banyak lagii...
nah.. untuk tambahan.. aku punya hasil karya tentang jeprat jepret akuuh...




daan lain''... temanya mawar semua hehe,,,

Minggu, 16 September 2012

Cergam - Parodi 3G "Gombal Gembel Grup"

Posting kali ini.. aku mw buat cergam lho....... cergam.a buatan aku sendiri.. aku yang gambar lho...hehe... tapi klo cergam.a jelek sorry yaww..... syiipp
Langsung yuukz
Chekiidoottt~~!

gimana cergam.a???
tolong berii penilaian yaa... okkhaayy....???!!

Kamis, 13 September 2012

Maafkan karena melupakanmu (cerpen)



MAAF KARENA MELUPAKANMU

P
ersahabatan itu indah, tanpa sahabat hidup ini terasa hampa, sepi, sendiri. Persahabatan bagai kepompong, mungkin itulah salah satu lagu favoritku dengan sahabatku, Fhita. Setiap saat, aku selalu bersama dengannya. Entah kenapa aku meerasa klop dengannya. Kita bagaikan saudara kembar yang terpisah. Teman sekelas kami bilang, wajah kita mirip. Hal yang kita sukaipun serupa, mulai dari warna, style rambut sampai baju, idola, sampai komik favoritpun kita sama. Tapi, aku menyesal. Aku benar benar sangat menyesal. Lebih dari sebuah penyesalan karena cinta. Bukan pula karena aku menyesal berteman dengan Fitha. Sebaliknya, aku sangat beruntung berteman dengannya. Lebih beruntung dari mendapatkan tanda tangan artis idola. Tapi, sayang aku terlambat. Aku menyesal. Kenapa penyesalan datang terakhir. Tapi ini semua terlanjur terjadi. Sehingga aku terlambat untuk meminta maaf padamu, Fitha. Dan kini aku hanya bisa menatap sebuah batu nisan bertuliskan namamu, ku ingat awal kejadian itu hingga semua menjadi begini

                Saat itu bel sekolah telah berbunyi jam pelajaran pertama dimulai. Bu Asih datang dengan seorang gadis seusiaku dan Fitha. Ternyata dia murid baru di kelasku. Bu Asih mulai memperkenalkan gadis itu. “Anak – anak hari ini ada murid baru di kelas ini. Ayo perkenalkan dirimu”. Ucap Bu Asih. “Selamat pagi teman – teman, perkenalkan nama saya Rosavina Melati, kalian bisa panggil saya Rosa. Salam kenal”. Ucapnya memperkenalkan diri. “Rosa, sekarang kamu bisa duduk di bangku yang kosong di belakang”. “Maaf bu, saya tidak biasa duduk di belakang, karena mempersulit saya untuk bertanya”. Ucap Rosa kembali. “Ooh.. kalau begitu, Fitha, sekarang kamu pindah ke belakang. Rosa, kamu boleh duduk di sebelah Maya”. Perintah bu Asih. “Tapi, bu. Saya selalu duduk dengan Fitha, bu”. Ucapku, tanda tak setuju dengan keputusan bu Asih. “Sudah, lakukan saja perintah ibu, pelajaran akan segera di mulai”. “Sudahlah May.. istirahat nanti kita bisa kumpul lagi,kan. Aku pindah dulu ya”. Ucap Fitha pasrah. Akupun hanya dapat mengernyitkan dahi saat Rosa duduk di sebelahku.
“Iiih.. kenapa sih, aku harus duduk bareng Rosa”. Batinku, seraya memperhatikan penampilan Rosa. “gayanya bak orang terpandang, simple tapi anggun, sedangkan aku, biasa saja. Mungkin aku dan Fitha bisa belajar dengannya tentang dunia fashion, siapa tahu dia mengerti tentang dunia fashion. Dan mungkin dia bisa memperbaiki gayaku dan Fitha”. Batinku kembali. Aku mulai mengobrol dengannya.

“Hai, aku Maya”
“Hai juga “
“Sepertinya, kamu orang terpandang ya?”
“Iya donk, lihat style-ku. Papaku kan pejabat di Kota ini, papaku pindah tempat kerja, jadi aku juga harus pindah”
“Ooh.. gitu”

                Lama- lama berbicara dengan Rosa lumayan seru. Banyak pelajaran tentang dunia fashion yang kudapat darinya, karena dia kebetulan mengerti fashion. Kurasa, aku mulai akrab dengannya. Bel berbunyi tanda istirahat. Fitha datang menghampiriku, aku yang tengah mengobrol asyik dengan Rosa sepertinya merasa terganggu. “May, ke kantin yuk”. Ajak Fitha. “Tunggu deh Fith, aku lagi asyik ngobrol nih, kamu ke kantin duluan aja”. Balasku tak menghiraukan Fitha. Lama berbicara dengan Rosa. Aku jadi lupa dengan Fitha. Aku segera mencarinya. Akupun menemukannya sedang duduk sendiri di meja kantin. Akupun menghampirinya.
“Hai Fith, sorry ya aku baru datang, keasyikan ngobrol tentang fashion ama Rosa. Dia ternyata ahli lho tentang dunia fashion, aku jadi pengen kaya’ dia”
“Owh. Iya, gak papa kok. Tentang fashion ya, asyik tuh. Tapi ada yang lebih seru lho dari fashion”
“Apa?”
“Komik kesukaan kita edisi terbarunya udah datang lho”
“He? Beneran?, asyik tuh… pengen!!!”
“Ya udah, nanti kita ke toko buku yuk!”
“Ya, pasti”

                Bel masuk berbunyi, rasanya aku semakin senang duduk dengan Rosa. Aku memulai pembicaraanku lagi dengan Rosa. Ini semua rasanya seru, berbicara tentang fashion.
“Nanti ke butik aku yuk, ada model baju terbaru di sana lho”. Ajak Rosa.
“Butik?, mm…”. Aku kebingungan, mana yang harus kupilih, butik atau komik. “Mungkin Fitha bisa mengerti, lagi pula ini semua penting bagiku untuk cita-citaku”. Pikirku. “Oke deh, Ros, aku mau, nanti sepulang sekolah kan?”. “Ya”.

                Bel sekolah berbunyi kembali, saatnya pulang sekolah. Aku mencari Fitha untuk membatalkan janjiku dengannya. Akhirnya kutemukan juga dia, dia sedang berdiri di depan gerbang sekolah, mungkin menungguku.
                “Fitha!”. Sapaku seraya melambaikan tangan.
                “Maya”. Balasnya lalu senyum manis muncul dari bibirnya.
                “Maaf ya, aku lama, tapi…”. Aku yang tengah berbicara langsung di potong oleh Fitha.
“Ya, gak papa kok. Yuk cepet ke toko buku ntar keburu tutup”. Ajak Fitha sambil menarik tanganku.
“Tapi, maaf Fith, aku gak bisa, sekarang aku mau ke butiknya Rosa. Kamu tahukan, kalau aku ingin menjadi seorang desainer, jadi aku harus tau banyak tentang ini. Kamu bisa mengertikan?”.
“Owh begitu, ya sudah gak papa, aku beli komik sendiri, besok aku pinjemin”.
“Oke”.

                Esok harinya aku datang lebih pagi, lagi lagi aku menolak Fitha untuk berangkat sekolah bersama, karena aku akan berangkat sekolah dengan Rosa. Kuperhatikan penampilanku “Sip!”. Mobil hitam datang menjemputku, itu Rosa. Akhirnya kami berangkat bersama. Sesampainya di sekolah, akupun langsung membaca majalah fashion dengan Rosa, sungguh menyenangkan. Lalu Fitha datang, dan mungkin mengganggu suasanaku.
                “May, ini komiknya, seru lho”. Ucap Fitha.
                “Owh, ya”. Balasku.
                “Eeh.. tunggu, kamu suka komik beginian May? Kalau aku sich, ogah banget”. Seru Rosa.
Aku berfikir sejenak, “Kalau aku bilang aku suka komik itu, pasti Rosa menjauhiku. Lebih baik aku berbohong”. Batinku.
                “nggak kok Ros, aku gak suka yang beginian, Fitha aja maksa aku baca ini”. Ucapku berbohong.
                “Tapi May, inikan komik favorit kita?”.
                “Kita apanya? Kamu aja kali’?”. Ucapku sedikit membentak, harusnya Fitha mengerti.
Fitha pergi meninggalkan aku, raut wajahnya sedikit kesal.
                “Ehh, May, kamu kok mau sih, temenan sama dia?”. Tanya Rosa.
                “Entahlah, mungkin yang kita sukai hampir semuanya sama. Tapi, dia sahabatku dari kelas satu SD”.
                “Kok mau sih, kalau aku pasti gak mau. Lihat gayanya, norak kan? Bandingin deh sama kamu yang sekarang, lebih fashionable”.
Aku tak membalas perkataan Rosa, Fitha sahabatku sejak kelas 1 SD, mana mungkin aku meninggalkannya.

                Hari hari berlalu, kini aku sering menghabiskan waktuku dengan Rosa. Aku selalu tak menghiraukan Fitha. Kini aku juga sering pergi ke mall atau butik, dan juga membaca majalah fashion dengan Rosa. Hariku terasa semakin berwarna, kini aku tahu banyak tentang fashion, dan semoga cita-citaku untuk menjadi desainer tercapai. Saat itu aku sedang membaca majalah di jam istirahat bersama Rosa. Kemudian Fitha datang menghampiriku, rasanya aku lama tak mengobrol atau hanya sekedar berbicara dengannya.
                “May, nanti temenin aku ke toko buku yuk!”. Ajak Fitha
                “Tapi nanti aku dan Rosa akan pergi ke butik untuk melihat model baru”.
                “Tapi kan kita udah lama gak ke toko buku”.
                “Ya, tapi kamu tahukan cita – citaku, harusnya kamu mengerti donk”.
                “Tapi May, aku pengen ke toko buku bareng kamu seperti dulu lagi”.
                “Ahh udah deh Fith, jangan paksa aku!”. Seruku sedikit membentak.
                “Ayolah May, sekali ini saja, ini yang terakhir aku ke toko buku, ayo May, ayo!”.
“Udahlah Fith, kalau aku gak mau berarti aku gak mau, denger ya! Sekarang aku gak seperti dulu lagi. Aku bukan anak-anak lagi, aku udah dewasa dan sekarang aku gak suka komik lusuhmu itu!!”. Bentakku pada Fitha
“May, kamu kok berubah sih? Aku kecewa sama kamu, inget gak sih, dulu kita selalu bersama, jalan bareng, berangkat bareng, pulang bareng, sedih bareng, tapi sekarang? Kamu malah deket ama dia tuh! Si Rosa yang sok fashionable!!!”. Bantah Fitha sembari mengusap air matanya yang jatuh ke pipi.
“Apa kamu bilang? Berani kamu sama aku? Ayo sini!!”. Rosa ikut adu mulut dengan Fitha.
“PYAAR!!”. Sebuah tamparan dari Fitha melayang di pipi Rosa. Air asinnya terus mengalir membasahi pipi lembutnya.
“Fith!! Apa-apaan sih kamu itu?? Berani kamu nampar Rosa? Sekarang ayo tampar aku! Tampar cepat!!”. Aku marah kepada Fitha.
Fitha terdiam, sepertinya ia takut menamparku.
“Udah deh, mending kamu pergi sana!! Kamu itu parasit tahu gak? Mengganggu hariku”.
Fitha berlari ke koridor sekolah, matanya semakin sembab karena terlalu banyak menangis, kurasa aku harus melupakannya, aku terlanjur malu pada Rosa.

                Sebulan berlalu, kini aku tak berhubungan lagi dengan Fitha. Akupun tak pernah memperdulikannya, walau Fitha sesekali tersenyum kepadaku. Pernah kulihat wajahnya semakin pucat tak terurus, namun semua itu tak kuhiraukan. Hingga suatu hari, aku di ajak ke pesta ulang tahun Rosa. Aku harus tampak istimewa di acara itu, ku rela membuka celengan hanya untuk membeli sebuah kado dan gaun mewah, tapi uangku tak cukup untuk semua itu, akhirnyapun aku hanya memakai gaun lamaku. Hari yang din anti tiba, aku pergi ke pesta ulang tahun Rosa, aku selalu berusaha untuk tampil lebih anggun dan fashionable, tetapi sepatu yang kupakai rasanya kurang nyaman, tetapi aku ingin tampil tetap istimewa di pesta itu, karena tamu – tamu disana para pejabat. “Ros, selamat ulang tahun ya”. Ucapku memberi selamat. “Makasih ya May, oh ya, ini kenalin sahabatku di sekolahku yang lama, Linzy”. “Maya”. “Linzy”. Sepertinya raut wajah Linzy tak suka kepadaku. Sesekali kulihat Linzy berbisik kepada Rosa. Raut wajahnya seakan menggambarkan rasa  tak suka. “Ros, aku ambil minum dulu ya”. Ucapku. “Owh, oke deh”. Aku hendak meminum segelas sirup yang kuambil, tetapi tiba-tiba Linzy datang dengan amarahnya. “Heh! Ngapain lo cari muka di depan Rosa? Cewek norak kaya’ lo mending jauh jauh deh dari sini!”. Bentaknya dengan bahasa yang menurutku kurang sopan. “Aku hanya ingin berteman dengan Rosa kok”. “Aah.. udah!! Nih rasain karena lo udah ngerebut sahabat gue”. Lalu Linzy menumpahkan segelas sirup ke rambutku, penampilanku acak – acakan. Rosa menghampiriku, “Ros, Linzy nu…”. Belum selesai aku berbicara Rosa memotong “Eh May! Kog kamu acak-acakan sih? Enggak banget gitu, mending kamu jauh-jauh dari sini! Pergi sana! Dan jangan deketin aku lagi, gaun lama juga masih di pake’, sorry ya May, kita gak selevel”. Perkataan Rosa serasa mencabik cabik hatiku. Hatiku serasa di obrak abrik monyet gunung, hatiku sakit, aku galau, tetapi bukan karena cinta, tapi kecewa pada seseorang yang kupercaya untuk menjadi sahabatku. Padahal selama 8 tahun aku bersahabat dengan Fitha, ia tak pernah mengusirku, aku menangis, tersedu. Aku telah melupakan Fitha. “Apa –apaan kamu Maya!! Kamu bodoh!! Kenapa kamu bersikap begitu pada sahabatmu sendiri?? Sahabat sejatimu, seperjuanganmu? Kenapa Maya? Kenapa?”. Teriakku pada diriku sendiri yang merasa bersalah. “Besok aku harus ketemu Fitha, aku harus minta maaf”. Tekadku.

                Aku datang pagi, aku sengaja tak menjemput Fitha, karena aku ingin bertemu langsung dengan Fitha di sekolah. Aku mencari Fitha ke seluruh penjuru sekolah, namun hingga bel masuk berbunyi aku tak menjumpainya. Aku masuk ke kelas, Rosapun kini tak duduk bersebelah denganku. “Fith, kemana kamu?”. Esok harinya aku mencarinya lagi, tetapi lagi-lagi aku tak menemukannya, aku coba telpon dia, tetapi Hp-nya tidak aktif, aku coba datangi rumahnya, namun tak ada jawaban. Fitha menghilang tanpa jejak,

                Sebulan berlalu, aku masih tak bertemu Fitha. Aku makin merindukannya, kini aku sendiri tanpa dirinya, aku menyesal karena aku tak menghiraukannya. “AARGHH!! Kenapa kamu Fith? Kamu di mana sih?”. Aku pulang ke rumah dengan wajah kusut belum di setrika, lalu mama datang menghampiriku, sepertinya ada sesuatu yang ingin mama sampaikan, dan kurasa itu penting. “May, kamu udah tau kalo Fitha meninggal?”. Tanya mama. Aku mendadak terdiam, terkejut, tak percaya, rasanya kegalauanku semakin bertambah parah, hatiku sakit lagi, lebih sakit dari perkataan Rosa kepadaku, lebih sakit saat Linzy menumpahkan sirup ke rambutku, lebih dari di acak monyet gunung, mungkin di acak- acak gorilla yang tengah mengamuk. “A..a…aapa ma? Gak mungkin ma, gak mungkin, aku gak percaya ma, aku gak percaya!”. Lirihku sembari meneteskan air asin. “kalau kamu gak percaya, hadiri saja pemakamannya. Aku segera berlari mengambil sepeda, mengayuhnya sekuat tenagaku, di pemakaman aku lihat segerombol orang berbaju duka, aku segera berlari menuju pemakaman itu, berdesakan di antara orang- orang yang datang untuk pemakaman Fitha. Air mataku semakin mengalir deras, tak terbendung lagi. Saat semua orang sudah pergi, aku masih tetap berada di dekat kuburan Fitha. Tertera namanya di batu nisan, “Luna Fithri Laudya”, seseorang yang kurindukan kini berada di dalam tanah, hanya sebuah batu nisan dengan namanya yang dapat ku lihat tentangnya. Tiba tiba, ibu Fitha menghampiriku dan memberi sepucuk surat dari Fitha. Aku membukanya perlahan, tanganku bergetar membaca surat itu, membacanya membuat hatiku, jantungku, ragaku, semakin sakit.

                May, Sebelumnya maaf gak ngasih tahu kamu tentang ini, tetapi kamu jangan sedih, kalau kamu masih ingat aku, ingat kenangan kita, aku sudah buatkan album berisi foto kenangan kita, jangan sedih ya. Sebenarnya, 2 bulan lalu, aku diagnosis terkena penyakit kanker otak, entahlah namanya apa, bahasanya terlalu sulit untuk kulafalkan, tak semudah aku melafalkan namamu. Aku gak marah ke kamu kok, aku tetap setia sama kamu, walau kamu benci aku sebenci- bencinya, aku tetap saying kamu, walau kamu gak bisa temenin aku ke toko buku di hari terakhirku, aku gak marah, karena kita sahabat sejati, sebulan aku bolak balik rumah sakit, sebulan aku di rumah sakit, rasanya 2 bulan tak bertemu denganmu membuatku rindu padamu. Tapi apa daya, ini sudah takdirku, di hari – hari terakhirku aku menulis surat ini buat kamu, semoga kamu ingat aku terus ya.. persahabatan kita jangan pernah kamu lupakan. Yang terakhir, semoga kamu nemuin sahabat yang lebih baik dari aku, dan mengerti juga menerima kamu apa adanya. AKU KAMU KITA BERDUA SEHATI SELAMANYA FOR MY BEST FRIEND. Jangan lupa ikrar kita ya….. selamat tinggal Maya…

Tertanda,
Fitha.

                Dan kini, hatiku tertegun, di hari ini, akhir dari semuanya, mengingat awal kejadian itu membuatku gila. Hatiku menangis membaca surat dari Fitha, air mata ini tak berhenti keluar. Kurasa aku orang paling bodoh di dunia karena menyianyiakan seorang sahabat yang selalu bersamaku. Maaf Fith, di hari terakhirmu aku tak berada di dekatmu, tak berada di sampingmu, tak menemanimu. Aku menyesal pada diriku sendiri. Menyesal karena karena melupakanmu, aku benar – benar menyesal, sekali lagi aku bilang aku menyesal, andai aku terus bersamamu, menemanimu, disaat gundahmu. Maaf Fitha, karena aku melupakanmu, maaf, sekali lagi maaf karena melupakanmu.